Thursday, January 24, 2008

LIFE IS NEGOTIATING

Mungkin sekedar informasi saja, bahwa profesi saya dulu adalah bartender. Memang sangat menyimpang dengan background pendidikan waktu saya kuliah. Hidup memang aneh..(eh itu salah), bagi saya itu adalah berkah yg tak terhingga. Saya jamin di dunia ini pasti banyak yg seperti saya (background pendidikan tak sesuai dengan pekerjaan sekarang ini)… hihihihi menggelikan bukan .
Seorang teman yg sangat jauh pernah mengatakan kepada saya bahwa hidup ini adalah pilihan maka dari itu pilihlah dari sekarang kemana dan akan jadi apa di kemudian hari. Sedangkan teman yg lebih jauh lagi mengatakan kepada saya bahwa hidup bukanlah pilihan semuanya sudah ada jalannya. (wah jadi konyol nich …). Lama saya memikirkan kedua statement dari kedua teman saya tersebut, disatu sisi mereka benar pada porsi yg tepat. Susah memang … mereka semuanya benar. Setelah saya timang dan belajar dari pengalaman orang, serta buku2 yg pernah saya baca bahwa hidup ini adalah negosiasi.
Hehehe ngawur memang … hidup kok di negosiasi. Nyata banget saya rasakan sendiri apa yg kamu capai sekarang ini adalah apa yg telah kamu negosiasikan dengan orang lain dan orang disekitar kamu. How to negotiate?, Memang sangat susah sekali apalagi ini menyangkut tentang kehidupan kita yg pada akhirnya nanti akan memberi jalan dan hasilnya. Kemampuan bernegosiasi semua orang adalah berbeda.
Hal2 yg perlu di persiapkan adalah situasi internal (diri kita sendiri), eksternal (lingkungan ) dan akhirnya adalah “Luck” (keberuntungan). hahaha dodol memang .. eh pada akhirnya faktor keberuntungan juga, yah biar sekedar tahu, apa aja yg menjadi persiapan intenal adalah mental kita, kemampuan nalar, skill ability, maaf kalo dijelasin satu persatu rasanya… kurang kerjaan yah … hehehehe. Sedangkan situasi eksternal adalah lingkungan tempat tinggal kita, keadaaan (posisi keuangan, kenyamanan, dll) heheh makin ngaco deh nich…. tapi itu memang benar.
Kembali lagi pada paragraph pertama dimana pekerjaan saya memang manyimpang dengan background pendidikan saya, dimana itu salah satu contoh dari bagaimana saya bernegosiasi dengan kehidupan yg membawa saya kearah sekarang ini. kayaknya mulai bertele-tele nih… lebih baik saya paparkan saja pengalaman yg menyenangkan ini.
Pada saat saya masih kuliah selesai skripsi, oh ya saya kuliah di STIE Triatma Mulya, Badung jurusan Manajemen. Setelah skripsi keinginan mencari pekerjaan sangatlah kuat, maka dengan surat referensi dari kampus yg menerangkan bahwa saya lulus dengan NEM yg lumayan (3.3). Banyak sudah lamaran2 saya kirimkan, sambil menunggu jawaban, saya selalu main ke cafe2 di Kuta untuk refresing. Tentu saja yg nda ada cover charges nya … hehehe (habis buat makan aja susah). Kebetulan saja kos2an saya dekat dengan café dan tempat hiburan malam. Ada suara yg memanggil nama saya dari dalam café tsb.
lalu saya masuk sampai dipintu wah ternyata teman lama saya. Yg notabene dia adalah floor manager café tsb. Akhirnya obrolan pun terjadi sampai larut malam dan sampailah pada obrolan yg tidak pernah saya lupakan sampai sekarang ini, Dia menawarkan saya untuk belajar dan bekerja (training) bartender di café tsb. for free dan mereka cuma memberi jatah satu kali makan saja. Cafe tersebut lumayan rame dari 11pm-1am, dan kalau ada party besar bisa sampai subuh. Coba kalian tebak apa saya mengambil tawaran dia? (mengingat keadaan saya nganggur, yg menunggu jawaban dari perusahaan2 tsb.) hehehee….jawaban saya waktu adalah … iya, saya terima asalkan (saya coba untuk nego lagi, kali aja berhasil… mengingat bla..bla..bla…) hehehe, asalkan saya di kasi uang rokok satu bungkus dan tip yg dikumpulkan, saya juga berhak mendapatkannya, walaupun cuma 5% dari total keseluruhan.Dan pada akhirnya dia meluluhkan negosiasi saya pada malam itu juga, dimana saya langsung training besoknya. Dan itu belom berakhir, masih ada lagi setelah saya 2 bulan disana dan saya masih mengirim lamaran ke perusahaan2 (oya, waktu itu saya sudah wisuda), maka datanglah situasi yg membingungkan saya. Pertama lamaran saya keterima di perusahaan (anggap saja perusahaan X) dengan bayaran dibilang cukup tinggi diatas 1 jtan, dan café tempat saya training itu menginginkan saya untuk dipermanenkan dengan gaji lebih kecil dari perusahaan tsb (520 rb). Mana yg dipilih (hidup adalah pilihan ?) hehehee, tentu tidak …
saya bernegosiasi disana …. (situasi : saya hanya dpt 1 jtan /bln sedangkan di café 520rb)
diperusahaan tsb. saya tidak bisa bernegosiasi dengan alasan tak jelas, lalu ada ide saya untuk nego di café dimana saya menawarkan untuk memberikan service charge (yg sebelumnya tidak pernah diterapkan di café tsb.) jika saya dan team dapat melampoi anggaran pendapatan café tiap bulannya, selama 2 bulan ke depan. Dan akhirnya mereka setuju, lalu apa yg terjadi ?, lalu saya menetapkan diri untuk dipermanenkan karena mereka menerima negosiasi saya. Semua team jadi semangat bekerja dan saling bahu-membahu serta banyak memberikan ide & masukan terhadap marketing cafe. Tidak sampai 2 bulan pendapatan yg dianggarkan tercapai dan service charge pun berjalan untuk semua staff. Guess berapa pendapatan saya setelah itu? (hhiihihi) pikir aja sendiri …
ok deh, teman itu sedikit pengalaman pribadi saya. Sekarang saya sudah tidak lagi kerja di café dan pekerjaan saya bukan bartender … lagi (padahal kerja dibelakang bar menyenangkan ) hehehehe….
life is negotiating buddy…..

Peninggalan sejarah keluarga (korigede)

Banyak sekali kita temui dijaman yg makin edan ini para generasi muda kita sekarang ini makin kurang memperhatikan peninggalan keluarga. Padahal hal seperti itu sangat penting bagi kita semua, tidaklah perlu memikirkan hal yg besar cukup dengan tahu asal usul diri kita sendiri. Semua yg kita pikirkan hanyalah bagaimana menjalani dunia ini dengan mudah walupun dengan jalan yg sedikit melenceng dari hukum kebenaran.
Seperti saya ini, pada saat berumur 7-8 th kakek saya yg bernama I Nyoman Mewer selalu menceritakan tentang riwayat hidup dan latar belakang keluarga. Dibalik itu ada pesan yg selalu terselip dari beliau bahwa kejayaan leluhur pada jaman dahulu agar selalu dikenang dan berusaha dikembalikan oleh generasi penerus. Memang cerita kakek saya itu bukan isapan cempol belaka, karena banyak sekali barang2 peninggalan leluhur yg masih utuh dan disimpan dalam ruangan suci yg sengaja dibuat untuk barang2 tersebut. Jujur saja waktu masih kecil saya sangat bangga sekali dengan sejarah leluhur saya tersebut walaupun bukan terekam dalam sejarah bangsa ini. singkat saja ... yg menjadi tolak ukur kejayaan keluarga yaitu adanya Kori Agung di depan rumah saya, dimana ukuran dan maknanya sangat luar biasa.
Kembali lagi apa yg diceritakan kakek saya, kori tersebut menjulang tinggi dan mengandung kekuatan magis, setiap hari tertentu pasti diadakan upacara (seperti sesajen). Karena keangkeran dan pengaruh yg kori tersebut maka setiap orang yg lewat harus jongkok untuk melintas didepannya (tidak tau mengapa) memang seperti itulah yg diceritakan. Dan pada akhirnya kori tersebut roboh pada saat gempa di Negara tahun 1976, setelah itu ada keinginan untuk menbangunkannya kembali. Tetapi sebagian besar keluarga ada yg tidak menginginkannya karena suatu alasan yg menurut mereka anggap kuat (maaf saya tidak bisa menjelaskannya) setelah 5-10th berlalu banyak sekali terjadi hal2 yg buruk seperti pertengkaran dalam keluarga. Memang sangat menyedihkan.
Runtuhnya Korigede memberikan dampak yg negatif terhadap mental keluarga yg notabene mengubah situasi ekonomi keluarga. (banyak sodara2 saya yg susah cari kerja, malas2an dll).
Terbersit dalam hati waktu saat saya SMA untuk bisa membangun Korigede kembali walaupun dalam ukuran yg lebih kecil dan maknanya yg biasa.
Dan setelah saya diombang ambing oleh kehidupan maka pada tahun 2006 atas dana saya dan sebagian keluarga saya akhirnya bisa membangun korigede kembali dengan sentuhan modern.
Maka kembali saya melihat peninggalan keluarga didepan rumah saya walaupun tidak 50% sama, tetapi mangandung 80% arti yg sama.
Sekarang saya melihat keluarga makin bersatu walaupun masih ada saja sedikit gangguan tetapi setidaknya dalam porsi yg kecil. (Bawa)